Kamis, 21 Agustus 2014

PESTA (ASPIRASI) RAKYAT!

Foto : Wildan Salami-http://mejagongnews.blogspot.com/
Semangat!!!
Itu yang terlihat di raut wajah warga masyarakat desa Mejagong, saat merayakan HUT RI yang ke – 69.



Pasalnya serangkaian pesta rakyat telah mereka lewati, dari momen Pileg, Pilpres, sampai Bulan Ramadhan beserta hari Raya Idul Fitri bagi yang menjalankan, telah mereka rampungkan secara bersama-sama.


Acara ini merupakan acara tahunan untuk merayakan hari jadi bangsa
Indonesia yang selalu disambut antusias oleh warga masyarakat Desa Mejagong.

Desa yang berdomisili di Pemalang selatan, tepatnya Kecamatan Randudongkal ini selalu aktif dan memiliki cara tersendiri untuk merayakan HUT RI di setiap tahunnya. Pemerintah Desa setempat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk membuat berbagai macam kerajinan Patung yang mayoritas terbuat dari rangkaian bambu, dan pernak pernik penghias karnaval yang dibagi dalam kelompok per Rukun Warga (RW).

Minggu (17/08) sore hari hampir seluruh warga Desa Mejagong berkumpul di lapangan sepak bola, yang kemudian dilanjutkan memutari desa sebanyak  satu kali dan kembali lagi ke lapangan. Tanpa ada paksaan mereka (Warga, red) berbondong-bondong hanya untuk sekedar merayakan HUT RI yang ke 69 ini. Selain itu juga Panitia penyelenggara yaitu dari pihak Pemerintah Desa menyediakan Doorprize bagi  warga yang beruntung.


Dalam momen kali ini, tepatnya di tahun politik, tidak sedikit baik para perajin, maupun simpatisan yang menggunakan momen ini untuk menyampaikan keluh kesahnya kepada pemerintah desa setempat sampai ke pemerintah pusat.
“Tepatnya kita hanya mengingatkan, jangan sampai hal yang sudah-sudah (Korupsi, red)  terjadi di Desa Kita.” Ucap Adnani selaku pengrajin Patung ‘Tikus Pembawa Uang “.


Selain Patung Tikus Kantor, banyak warga lainnya juga membuat patung yang sesuai dengan kondisi lokal ataupun keadaan global yang sedang terjadi, diantaranya Ikan Raksasa (yang menggambarkan sebagian warganya penangkap ikan di sungai);  Roket (yang menggambarkan situasi Jalus Gaza);


           Tidak sedikit warga yang merasa terhibur dengan adanya Karnaval Dirgahayu Republik Indonesia yang ke 69 ini. Pihak panitia pun selalu memberikan yang terbaik disetiap tahun penyelenggaraannya.


                 Melihat dari berbagai karya Patung yang dibuat, menggambarkan cara berpikir masyarakat Desa sekalipun yang semakin tanggap dan kritis dengan kondisi sekitar maupun global, dan juga mulai berani mengeksplorasikannya.

Selasa, 03 September 2013

"Dolanan Kuna"

Epel – epelan.

 

Sekitar 9-10th silam, kalimat tersebut masih begitu sering terdengar. Ya, meskipun tidak semua khalayak tahu apa kalimat tersebut.
Epel-epelan atau dalam bahasa Nasionalnya terkenal dengan sebutan Petak Umpet merupakan sebuah permainan tradisional anak-anak di desa Mejagong, Kec. Randudongkal, Kab. Pemalang, Berprovinsi Jawa Tengah yang sering dimainkan pada tahun 2000 silam.
Metode permaianan sederhana, sama seperti pada umumnya. Permainan ini bisa dimainkan siang, sore, dan malam untuk anak-anak Dewasa. Pertama diawali dengan mencari satu anak untuk memejamkan matanya dalam posisi berdiri berhadapan dengan sebuah tembok, tiang pemancar televisi dll, yang kemudian menghitung angka berkisar 1-10 untuk menunggu anak-anak yang lainnya bersembunyi di suatu tempat dengan radius tidak sampai 1km. Setelah hitungan selesai dan anak-anak yang lain sudah bersembunyi disebuah tempat, giliran anak yang memejamkan matanya ditembok atau yang jadi penjaganya mencari semua anak satu persatu. Setelah menemukan anak yang bersembunyi, si penjaga tersebut harus segera lari ketempat semula sambil meneriakkan nama anak yang bersembunyi, dibarengi meneriakkan kata ‘epel!!!’ dan menepuk tembok di tempatnya memejamkan mata. Dan jangan sampai didahului oleh anak yang bersembunyi lainnya.
Dalam permainan ini si penjaga tidak selalu beruntung menemukan semua anak yang bersembunyi kadang ia lalai dan didahului oleh anak yang bersembunyi lainnya.
Setelah ditemukan semua anak yang bersembunyi tinggal langkah berikutnya, si penjaga kembali memejamkan matanya seperti awal namun anak-anak yang lain tidak bersembunyi melainkan berbaris dibelakang penjaga tersebut.
Setelah semuanya baris, si penjaga menyebutkan angka yang dikehendaki untuk menjadikannya sebagai penjaga.
Dalam langkah ini si penjaga akan tergantikan jika angka yang disebutkan ditempati oleh anak yang berhasil ditemukannya. Namun tidak semua angka aman bagi penjaga tersebut, kalau angka yang disebutkannya ditempati oleh anak yang berhasil menepuk tembok dan berkata ‘epel!!!’ maka si penjaga kembali menjadi penjaga.
Dan seterusnya sampai beberapa anak menyepakati untuk berhenti bermain.
Dalam beberapa pengamatan untuk lingkungan desa Mejagong permainan ini mungkin terakhir dimainkan oleh anak-anak yang rata-rata lahir berkisar tahun 1980-1997, untuk generasi anak tahun 2000an mungkin jarang yang mengenal bahkan tidak mengetahui sama sekali permainan tradisional seperti ‘Epel-epelan’ tersebut.
Di era moderen ini perminan tradisional mulai menghilang, sebagian besar anak di era sekarang lebih enggan untuk bersentuhan dengan tradisi, karena ketidaktahuannya.

Rabu, 12 Juni 2013

'Tek-tek' Musikku

Foto : Wildan Salami
Sabtu 8 juni - Ronda Tek-tek Jaga Lingkungan (ROTJALI) begitulah nama sebuah grup musik tradisional di desa Mejagong Kec. Randudongkal Kab. Pemalang. Grup yang diketuai oleh Bapak Sein sudah berdiri beberapa tahun lalu.
Berbekal beberapa alat musik yang terbuat dari bambu, Grup musik ini berperan serta menjadi hiburan alternatif bagi warga sekitar.
"Grup kie wis ana awit ndisit, kie pertama ana. (Grup ini sudah ada sejak lalu, ini Grup pertama yang ada)." Tutur Bapak Sein.
Setiap malam minggunya Grup yang semula beranggotakan sebelas orang ini mengadakan latihan giliran peranggota. Dimulai dari jam 8 malam sampai jam 10.
Selain menggelar acara kecil-kecilan Grup Rotjali juga sering diundang untuk mengisi acara hajatan baik Khitanan maupun Nikahan di dalam maupun di luar kecamatan. Juga beberapa kali mengikuti kontes lomba kesenian se kabupaten Pemalang.
"Ya kadang diundang neng acara desa, ana maning wong sunatan karo nikahan ya ana sing nanggep. (Ya kadang diundang di acara desa, ada juga khitanan dan nikahan yang menanggap). Ungkap Bapak Tardi yang juga sebagai anggota ROTJALI.
Grup musik Ronda Tek-tek Jaga Lingkungan atau Rotjali memang sebuah gambaran kecil dari sebagian besar masyarakat yang masih 'haus' dengan acara hiburan. Memang tidak sedikit orang yang memandang sebelah mata, men'judge' dengan pandangan negatif. Padahal sejatinya merekalah aset sebuah desa yang jauh dari keramaian dan sudah seharusnya menjadi kesadaran bersama bahwa apa yang mereka lakukan adalah semata-mata untuk membawa nama daerahnya.

Kamis, 23 Mei 2013

HILANGNYA KEEMASAN DJANOKO SI GEDUNG BIOSKOP

Foto dari depan Gedung Bioskop Djanoko
Foto : Wildan Salami                                      

Tepatnya di era 70an, gedung ini berdiri dan menjadi pusat bagi masyarakat sekitar. Gedung yang terletak di jantung kota Randudongkal, Kabupaten Pemalang, sempat memiliki masa keemasan dimasanya. Gedung yang setiap harinya memutar filem-filem lokal Indonesia dan filem luar (negeri) sebagai ‘Box Office’nya telah mencuri banyak orang untuk sekedar mampir maupun fokus menonton. 


Suwarno (46) menuturkan dirinya dulu sering datang ke Bioskop tersebut. “aku gemiyen sering teka maring mono." (Saya dulu sering datang (ke bioskop). Filem favorit saya filem Indiaan). Tutur si Tukang Becak kepada media SalahCetak.


Foto dari depan samping Gedung Bioskop Djanoko
Foto : Wildan Salami                                                      
Ada setitik harapan dari masyarakat sekitar mengenai Gedung Bioskop yang sudah berhenti beroperasi. Tidak terlalu banyak warga yang mengetahui mengapa Gedung yang sehari-harinya memutar filem ini berhenti beroperasi. Seperti Pak Abdul warga sekitar yang menuturkan pendapat tentang berhentinya fungsi Gedung tersebut. "Aku ora terlalu ngerti kenengapa Gedunge mari muteri filem." (saya kurang begitu tahu kenapa Gedung ini bisa berhenti beroperasi). "Sengertine Aku Gedung kie mulai bangkrut tahun 99-2000an lah. Ndean Wong-wong wis pada pindah maring VCD." (Setahu Saya Gedung ini mulai mengalami masa bangkrutnya di tahun 99-2000an lah, mungkin pada saat itu orang-orang pada pindah ke VCD). Ungkap Pak Abdul dengan sedikit mengenang masa lalu. "Wong pas kae Gedung kie ruangane dienggo rentalan PS." (Pada saat itu Gedung tersebut sudah muti fungsi, salah satu ruangannya ada yang digunakan untuk membuka rentalan Playstation (PS)”. Lanjut bapak-bapak penjual Makanan di sekitar Gedung.
Foto dari samping Gedung Bioskop Djanoko
Foto : Wildan Salami                                          
Kurangnya perhatian dari Pemerintah setempat, membuat Gedung yang seharusnya bisa dijadikan investasi bagi kemajuan Kota kini menjadi terbengkalai. Tidak ada sebuah catatan yang akurat untuk mengungkap bagaimana terjadinya pailit gedung pemutar filem tersebut.